Sukses

Konflik Kebebasan Beragama Tertinggi di Jawa Barat, Kok Bisa?

Pelaku-pelaku yang mengancam kebebasan beragama hanya ganti nama.

Liputan6.com, Bandung - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mencatat konflik kebebasan berkeyakinan dan beragama di Jawa Barat (Jabar)  tertinggi dibanding daerah lain sepanjang 2016.

Sebanyak 20 kasus terkait kebebasan berkeyakinan dan beragama itu dinilai terpicu oleh longgarnya penegakan hukum oleh pemerintah sehingga hal tersebut kerap kali terjadi.

Menurut Direktur LBH Bandung, Arip Yogiawan, longgarnya penegakan hukum oleh pemerintah terkait kebebasan berkeyakinan dan beragama tersebut membuat pelaku intoleran melakukan intimidasi dengan menggunakan nama kelompok yang berbeda.

"Ada beberapa aktor yang berubah," kata Arip Yogiawan di Bandung, Selasa 27 Desember 2016.

Dia mengatakan seluruh kasus terkait kebebasan berkeyakinan dan beragama itu merupakan salah satu konflik  yang didampingi secara hukum oleh lembaganya.

LBH Bandung menyatakan selain kasus kebebasan berkeyakinan dan beragama, pendampingan secara hukum juga dilakukan untuk 10 kasus sengketa perburuhan, enam kasus kerusakan lingkungan dan ekologis, enam kasus kriminalisasi petani, serta enam kasus kebebasan berekpresi dan berpendapat.

"Kasus kebebasan berekspresi dan berpendapat seperti pembatasan seni gerak pantomim oleh polisi, pelarangan pentas Tan Malaka oleh ormas, pembatalan dan larangan diskusi tentang keberagamanan oleh ormas, pembubaran diskusi intelektual di kampus oleh ormas dan kampus, serta pembubaran lapak baca yaitu Perpus Jalanan Bandung," kata Arip.

Kasus lainnya yang didampingi secara hukum yaitu empat kasus perempuan, tiga kasus konflik lahan, dua kasus kriminalisasi pejuang lingkungan dan satu kasus penggusuran.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Imbauan Toleransi Ridwan Kamil

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil meminta warganya agar mengedepankan toleransi antar umat beragama dan berkeyakinan dalam segala menghadapi perselisihan.

Hal itu dikatakan Ridwan Kamil usai acara Kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Natal 2016 di Sasana Budaya Gansesa (Sabuga) yang dilaksanakan kembali setelah ditolak oleh kelompok intoleran.

Menurut Ridwan Kamil, setiap perselisihan tentang kegiatan keagamaan terutama yang dianggap melanggar peraturan, warganya dihimbau agar melaporkannya kepada pemerintah.

"Kalau ada perbedaan - perbedaan itu serahkan kepada aparat penegakhukum dan pemerintah untuk memfasilitasi karena awal muasal dari problem, adanya miskomunikasi dan mispresepsi," kata Ridwan Kamil di Bandung, Jumat 24 Desember 2016.

Ridwan Kamil menyebutkan dengan kembali di gelar KKR Natal 2016 di Sabuga Bandung, maka diharapkan seluruh rangkaian hari besar keagamaan jemaat Kristen tersebut dapat dilaksanakan dengan aman dan damai.

Hasil pertemuan dengan kelompok Pembela Ahlus Sunnah (PAS) pada pertengahan pekan laluberakhir dengan damai usai penentangan kelompok itu terhadap penyelenggaraan KKR Natal 2016 di Sabuga yang dianggap melanggar aturan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.