Sukses

Longsor Bencana Paling Banyak Menelan Korban Jiwa Tahun Ini

Sebanyak 177 orang tewas tertimpa longsor.

Liputan6.com, Medan - Ancaman bencana longsor terus meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan. Puncak hujan diperkirakan berlangsung pada Januari 2017, sehingga bencana longsor juga diprediksi akan meningkat kejadiannya.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, longsor adalah bencana yang paling banyak menimbulkan korban jiwa meninggal dunia.

"Secara nasional selama tahun 2016 telah terjadi 575 kejadian longsor dan menimbulkan 177 orang tewas akibat longsor," kata Sutopo, Selasa, 6 Desember 2016.

Selain itu, lanjutnya, longsor juga menyebabkan 100 orang luka-luka, 38.506 orang menderita dan mengungsi, 1.069 rumah rusak berat, 987 rumah rusak sedang, 926 rumah rusak ringan, dan puluhan bangunan umum rusak.

"Diprediksikan kejadian longsor ini masih akan terus bertambah mengingat potensi longsor makin meningkat," ucap dia.

Sutopo menyatakan tren bencana longsor memang meningkat jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada 2012 terdapat 291 kejadian longsor, kemudian berturut-turut pada 2013 (296 kejadian), 2014 (600), 2015 (515) dan 2016 (576 per tanggal 6/12/2016).

Jumlah korban jiwa tewas bervariasi tergantung dari besaran longsor yang menyebabkan korban jiwa tewas. Pada 2012, longsor menyebabkan 119 jiwa tewas, kemudian pada 2013 (190 tewas), 2014 (372 tewas, 2015 (135 tewas) dan 2016 (177 tewas).

"Meningkatnya kejadian longsor di Indonesia disebabkan tingginya kerentanan longsor," ujar Sutopo.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Daerah Rawan Longsor

Di Indonesia, kata Sutopo, terdapat 274 kabupaten/kota yang rawan longsor dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah rawan longsor sedang hingga tinggi sebanyak 40,9 juta jiwa. Artinya, 40,9 juta jiwa masyarakat tersebut terpapar langsung dari bahaya longsor.

"Mereka tinggal di lereng-lereng dan tebing pegunungan dan perbukitan yang rawan longsor. Saat ada pemicunya yaitu hujan deras maka terjadi longsor," ucap dia.

Ironisnya, keluh Sutopo, kemampuan mitigasi, baik struktural dan non struktural masyarakat tersebut masih sangat minim. Bahkan, masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk memproteksi diri dan keluarganya sehingga rentan menjadi korban longsor.

Pemerintah dan Pemda telah banyak melakukan upaya pencegahan longsor seperti penguatan tebing, pembangunan sistem peringatan dini, sosialisasi, reboisasi dan penghijauan, dan lainnya. Namun, upaya pencegahan seringkali kalah cepat dengan faktor-faktor penyebab longsor sehingga longsor terus berlangsung.

"Bertambahnya jumlah penduduk, maka kerentanan masyarakat dari longsor juga akan meningkat jika tidak ada perubahan yang nyata. Permukiman harus diatur sedemikian rupa agar masyarakat tidak membangun rumah pada daerah-daerah zona merah dari longsor," ungkap dia.

Sutopo menyarankan, zona merah hendaknya tidak dijadikan permukiman tetapi menjadi kawasan lindung atau resapan air. Penataan ruang harus benar-benar ditegakkan jika kita ingin mengurangi risiko bencana longsor.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.