Sukses

Keranda Mayat di Jalan Tol Reformasi Makassar

Keranda mayat dibiarkan tergeletak depan posko pendudukan lahan yang dibangun warga sejak 19 Oktober 2016 di Jalan Tol Reformasi, Makassar.

Liputan6.com, Makassar - Puluhan warga bersama ahli waris pemilik salah satu lahan di Jalan Tol Reformasi, Makassar, Sulawesi Selatan, memasang keranda mayat dalam aksinya. Mereka menyimbolkan keranda ini sebagai matinya nurani Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PU-PR).

Keranda mayat yang dibuat warga bersama ahli waris pemilik lahan Intje Koemala Versi Chandra Taniwijaya dibiarkan tergeletak menghiasi depan posko pendudukan lahan yang dibangun warga sejak Rabu 19 Oktober 2016.

"Keadilan telah meninggal, Kementerian PU-PR telah 'berpulang ke Rahmatullah' bersama uang ganti rugi lahan warga ahli waris sebesar Rp 9,24 miliar yang hilang 'ditelan bumi' sampai detik ini belum diterima. Sudah 15 tahun lebih warga ahli waris hidup dalam kesengsaraan setelah lahannya dicaplok Kementerian PU-PR menjadi jalan tol, namun uang ganti rugi tak dibayarkan," ucap Yudha dari Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) yang turut mendampingi warga ahli waris bermalam di posko pendudukan lahan, Rabu, 2 November 2016.

Meski pendudukan lahan dilakukan oleh warga dan ahli waris pemilik lahan Intje Koemala Chandra Taniwijaya sudah memasuki hari ke-16, menurut Yudha, Kementerian PU-PR tetap bergeming.

"Presiden Jokowi mana nuranimu yang tega membiarkan warga kecil teraniaya begini oleh Kementerian PU-PR yang kami duga keras melakukan korupsi atas ganti rugi lahan tol yang merupakan hak warga selaku ahli waris pemilik lahan yang dijadikan sebagai jalan tol," ujar Yudha.

Ia berharap Presiden Jokowi bisa turun tangan dan menindaki Kementerian PU-PR yang telah menyengsarakan warga kecil, sehingga harus beraktivitas di dalam tenda plastik karena tak punya tempat tinggal lagi.

"Lahan mereka dicaplok begitu saja oleh Kementerian PU-PR tanpa diberi ganti rugi, sehingga warga ahli waris pemilik lahan mengambil kembali lahannya. Perlu saya tegaskan kepada semua pihak bahwa lahan milik ahli waris secara yuridis belum berstatus jalan tol karena belum dibayarkan ganti ruginya, sehingga penegak hukum sekalipun tak boleh menekan warga dan ahli waris ketika melakukan pengambilalihan lahannya," Yudha menegaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dugaan Rekayasa Putusan

Sebelumnya, masalah ini pun telah dilaporkan resmi ahli waris pemilik lahan Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi uang ganti rugi lahan oleh Kementerian PU-PR tersebut.

Selain karena diduga uang ganti rugi ditilap juga karena adanya bukti merekayasa amar putusan yang ditemukan ahli waris oleh orang dalam Biro Hukum Kementerian PU-PR, yakni tentang putusan MA bernomor 266/PK/Pdt/2013.

Temuan dugaan rekayasa putusan itu  berdasarkan adanya surat yang dibuat Kementerian PU-PR ditujukan kepada Mahkamah Agung (MA) nomor HK.04.03-Mn/718 perihal permohonan untuk memberikan penjelasan terhadap putusan perkara Pengadaan lahan Tol Reformasi A.N Intje Koemala.

Pada poin b dalam surat tersebut disebutkan putusan MA nomor 266/PK/Pdt/2013 dimenangkan Ince Baharuddin dan ditandatangani Menteri PU-PR Basuki Hadimuljono.

Sementara dalam putusan asli pada perkara pada nomor yang sama, di mana Ince Baharuddin melawan Syamsuddin Sammy selaku ahli Waris Intje Koemala disebutkan dalam halaman 12 putusan nomor 266/PK/Pdt/2013 tersebut ditegaskan, mengadili dan menolak PK yang diajukan oleh Ince Baharuddin dan Ince Rahmawati selaku pemohon PK. Surat keputusan ini ditandatangani pihak Mahkamah Agung melalui Panitera Muda Perdata Dr Pri Pamudi teguh.

Putusan lainnya yang memenangkan ahli waris pemilik lahan Intje Koemala, yakni pada putusan PK bernomor 117/PK/Pdt/2009 tertanggal 24 November 2010. Dimana dalam perkara itu ahli waris pemilik lahan Intje Koemala melawan Kementerian PU-PR.

Hingga saat ini aksi menduduki lahan tol Reformasi masih berlangsung. Sejak aksi digelar pada Rabu 19 Oktober hingga kini ahli waris dan warga setempat tidak berpindah dari lokasi aksi.

Aksi blokir tersebut terkait dengan belum terbayarkannya sisa ganti rugi seluas lahan 48.222 meter persegi, dan lahan yang belum sama sekali dibayarkan 100 persen seluas 22.134 meter persegi, total tujuh hektar lebih.

Sisa pembayaran itu senilai Rp 9,24 miliar lebih. Sementara yang sudah dibayarkan pada tahap pertama tahun 1998 yakni sepertiga lahan seluas dua hektare lebih senilai Rp 2,5 miliar kala itu. Total lahan digunakan tol sekitar 12 hektare lebih.

Pihak ahli waris pemilik lahan tetap bertahan sesuai dengan dasar putusan pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA), nomor 117/PK/Pdt/2009 tertanggal 24 November 2010 yang memerintahkan Kementerian PU-PR segera membayarkan sisa ganti rugi lahan mereka yang dibebaskan menjadi jalan tol reformasi Makassar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.