Sukses

Kemarau Basah, Telur Penyu Susah Menetas di Pantai Selatan Yogya

Jumlah sarang penyu yang ditemukan di Pantai Selatan Yogyakarta pada tahun ini hanya 10 buah.

Liputan6.com, Yogyakarta - Anomali cuaca yang memicu kemarau basah ternyata berdampak pada pendaratan penyu di Pantai Selatan Jawa. Jumlahnya berkurang drastis sejak dua tahun lalu. Jika dibiarkan, hal itu membuat keberadaan satwa langka tersebut semakin langka.

Data yang dihimpun dari Komunitas Banyu, sebuah perkumpulan yang bergerak di penangkaran dan perlindungan penyu di Pantai Selatan DIY, menyatakan jumlah pendaratan penyu di Pantai Gua Cemara Bantul pada 2014 sebanyak 28 kali yang ditunjukkan dengan 28 sarang yang 50-100 butir telur penyu per sarang.

Namun, jumlahnya menurun drastis pada 2015 dengan hanya terdapat delapan sarang. Pada tahun ini, jumlah sarang hanya 10 buah.

"Pendaratan biasanya dilakukan pada musim panas, berkisar Apil sampai Agustus," ujar Yhanu Suryo Asmoro, Koordinator Relawan Banyu kepada Liputan6.com, Kamis, 20 Oktober 2016.

Menurut dia, perubahan cuaca membuat penyu tidak bisa mendarat seperti biasanya. Apabila hal itu berlangsung terus-menerus, tutur dia, ada kemungkinan penyu melepaskan telurnya di laut dan itu berarti tidak ada telur yang menetas dan perkembangbiakan gagal.

Selain itu, iklim yang tidak stabil memiliki kecenderungan membuat telur penyu susah menetas. Setidaknya, suhu harus stabil di 30 derajat Celcius.

Ia menjelaskan penyisiran terhadap telur penyu dilakukan sekitar Mei. Selain Gua Cemara, pantai lain di selatan DIY yang biasa digunakan sebagai pendaratan adalah Pantai Plangi dan Samas di Bantul serta Pantai Trisik di Kulon Progo.

Penyu yang akan mendarat membutuhkan struktur pantai yang landai, sehingga pantai di Gunung Kidul yang penuh karang tidak cocok untuk pendaratan.

Yhanu mengungkapkan penangkaran penyu dilakukan kepada ratusan telur penyu untuk memaksimalkan penetasan. Bila di habitat alami hanya sekitar 70 persen yang berhasil menetas dan menjadi tukik, lewat penangkaran keberhasilannya mencapai 80 persen.

"Kalau di habitat alami banyak ancaman dari predator seperti burung, kepiting, atau ikan," kata dia.

Waktu yang dibutuhkan untuk menetaskan telur penyu sekitar 45-55 hari. Setelah itu, tukik dipelihara paling lama seminggu sebelum dilepasliarkan di laut.

Saat dilepasliarkan, kata Yhanu, ia sudah tidak bisa dipantau kehidupannya. Biasanya hanya sekitar 1-2 persen dari jumlah tukik yang dilepasliarkan yang berhasil selamat dan melanjutkan hidup. Sisanya, habis dimakan predator.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.