Sukses

Seruan Jangan Pidanakan Guru Bergaung di Bandung

FKGH Bandung mengapresiasi langkah Mahkamah Agung yang mendukung guru tidak bisa dipidanakan.

Liputan6.com, Bandung - Sekelompok guru Kota Bandung, Jawa Barat, yang mengatasnamakan Forum Komunikasi Guru Honorer (FKGH) mengapresiasi langkah Mahkamah Agung yang mendukung "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" tidak bisa dipidanakan. Dukungan MA itu berlandaskan kepada Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 yang menyatakan guru tak bisa diadukan secara pidana karena mendisiplinkan siswanya.

Menurut Ketua FKGH Kota Bandung Jawa Barat, Yanyan Herdiyan, dengan adanya penegasan dari MA tersebut, sudah sepatutnya harus disyukuri oleh para guru di Indonesia.

"Di tengah maraknya kejadian kriminalisasi yang menimpa para guru akhir-akhir ini, PP 74 Tahun 2008 menjadi pelindung para guru dalam menjalani profesinya," ucap Yanyan kepada Liputan6.com di Bandung, Senin, 17 Oktober 2016.

Hanya saja, Yanyan menyayangkan keberadaan peraturan yang sudah ada delapan tahun lalu ini dinilai terlambat diketahui oleh masyarakat, termasuk oleh praktisi pendidikan itu sendiri. Mulai dari guru hingga jajaran manajerial di Dinas Pendidikan.

Yanyan menganggap hal itu terjadi, kemungkinan besar lantaran minimnya sosialisasi. Tapi bisa juga kata dia, dipandang sebagai bukti bahwa para guru tidak melek hukum atau awam di bidang hukum.

"Keadaan ini diperparah oleh minimnya pengetahuan para aparat hukum di lapangan tentang keberadaan peraturan ini. Karena kalau mereka paham, tidak bakal banyak kejadian penegakan disiplin oleh guru atau sekolah kepada siswanya sampai harus diproses secara hukum," kata Yanyan.

Lebih lanjut dia mengatakan, FKGH Bandung pun menilai perlindungan terhadap profesi guru ini mesti dilakukan secara maksimal diberikan dan dilaksanakan oleh negara. Dalam hal ini, Dinas Pendidikan sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah harus sigap memberikan pendampingan hukum terhadap guru yang dituduh melakukan pelanggaran hukum saat menjalankan profesinya.

Usulkan LBH Pendidikan

Intinya, imbuh dia, pemerintah harus membentuk dan menyediakan lembaga bantuan hukum pendidikan yang mudah diakses oleh praktisi pendidikan. Alasannya, selama ini setiap kasus usaha pemidanaan praktisi pendidikan terindikasi dibiarkan begitu saja.

"Saya berpandangan bahwa organisasi profesi guru harus mulai memikirkan keberadaan lembaga bantuan hukum ini. Karena salah satu fungsi organisasi profesi adalah menjadi pelindung bagi anggotanya. Bila belum mampu menyediakan secara mandiri, maka kerja sama dengan pihak ketiga, mesti segera dijalin. Dengan LBH misalnya," tutur
Yanyan.

Menurut dia, adanya pernyataan resmi dari MA tentang keberadaan PP Nomor 74 Tahun 2008, diharapkan oleh kelompok guru tersebut lebih disosialisasikan kepada masyarakat, aparat penegak hukum serta gurunya sendiri. Dengan tujuan menciptakan pemahaman yang positif dari masyarakat serta petugas penegak hukum terhadap apa yang dilakukan oleh guru di dalam mendidik siswa.

"Nantinya diharapkan hasil dari sosialisasi itu, muncul pemahaman kepercayaan diri tenaga pengajar karena menciptakan rasa tenang pada diri para guru di dalam keseharian menjalani profesinya mendidik tunas-tunas bangsa Indonesia," ujar Yanyan.

Bunyi Peraturan Pemerintah

Seperti termaktub di Pasal 39 ayat 1 PP Nomor 74 Tahun 2008 bahwa guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya.

Sementara dalam ayat 2 pada pasal yang sama disebutkan, sanksi tersebut dapat berupa teguran dan atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.

Pada Pasal 40 disebutkan pula guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan atau masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Sedangkan dalam Pasal 41 dituliskan, guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini