Sukses

Rahasia Umur Panjang Penghuni Rumah Kayu 500 Tahun di Kampung Toa

Kampung Tua Bitombang di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulsel, memiliki beberapa rumah berusia hampir 500 tahun.

Liputan6.com, Selayar - Toa Bitombang adalah sebuah kampung peninggalan sejarah dengan arsitektur kuno di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Rumah-rumah di kampung ini usianya diperkirakan sudah ratusan tahun.

Tak lengkap jika Anda berkunjung ke Pulau Selayar yang terkenal dengan Taka Bonerate-nya, lalu tak mengunjungi Kampung Toa Bitombang. Selain berusia ratusan tahun, rumah-rumah penduduk mempunyai tiang penyangga yang tak satu pun lurus.

Tiang dengan ketinggian antara 10-15 meter tersebut terbuat dari kayu pohon Holasa, masyarakat setempat menyebutnya Aju Bitti. Umur rumah-rumah di kampung ini bahkan ada yang mencapai hampir 500 tahun.

"Bervariasi, ada yang berusia 100 tahun lebih, ada pula yang mencapai 400 tahun," ucap Ilham Arjuni, salah seorang warga, saat Liputan6.com menyambangi Kampung Toa Bitombang, belum lama ini.

Tua Bitombang, kampung peninggalan sejarah dengan arsitektur kuno di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. (Liputan6.com/Fauzan)

Kampung Toa Bitombang yang berlokasi sekitar tujuh kilometer dari Kota Benteng, ibu kota Kabupaten Selayar, memiliki kontur tanah yang tidak rata. Perkampungan ini berada di atas ketinggian menampilkan pemandangan alami yang memesona dengan bentangan topografi alam berundak dan berbukit.

Kawasan perkampungan Bitombang berbentuk memanjang mengikuti jalur kontur alam di dataran tinggi ini. "Keadaan tanah itulah yang membuat sebagian masyarakat jika hari raya seperti Idul Fitri dan Idul Adha memasak di sela-sela batu, cara masak itu merupakan salah satu adat yang masih dijaga hingga kini," Ilham menerangkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Alasan Rumah Dibuat Tinggi

Ilham Arjuni menjelaskan ada banyak cerita warga dulu tentang alasan mengapa rumah-rumah di Kampung Toa Bitombang harus tinggi. Di antaranya karena banyaknya pencuri pada zaman dulu dan menunjukkan panjang umurnya masyarakat Toa Bitombang.

Serta, adanya perang antar-suku Selayar dan Seram pada zaman dahulu, sehingga mereka harus membuat rumah yang tinggi agar aman dari serangan.

Ilham melanjutkan, bangunan rumah penduduk yang berusia ratusan tahun itu hingga saat ini belum ada satu pun yang roboh. Latar belakang belakang masyarakat di Kampung Toa Bitombang yang kuat akan mistis merupakan pedoman dalam membangun rumah.

Ia menambahkan, bila ada satu warga yang membangun rumah, satu desa akan membantu dan mendoakannya agar tidak runtuh meski dimakan zaman.

Ritual Khusus

Namun, menurut Ilham, mendirikan rumah di perkampungan Toa Bitombang ini tidak bisa sembarangan. Ada ritual tertentu yang harus dijalankan. Ritual ini menurut penjelasan dari penduduk desa disebut dengan jampi-jampi.

Jampi ini dilakukan di sekitar rumah, tetapi tidak boleh diketahui oleh siapa pun. Selain itu ritual ini merupakan ritual keberkahan yang bermaksud agar keberkahan terus diturunkan kepada keluarga yang ada di rumah tersebut.

Bangunan rumah tinggi, usia warga pun panjang. Mitos ini semakin dipercaya dengan keberadaan nenek Yaho. Penghuni salah satu rumah itu usianya mencapai 100 tahun, tapi fisiknya masih baik dan ingatannya pun masih kuat.

"Jadi jangan kaget kalau ke kampung ini kamu melihat warga yang sudah tua, tapi masih gesit dalam bercocok tanam," ujar ilham sambil tertawa.

3 dari 3 halaman

Sempat Menolak Modernisasi

Secara terpisah, Kepala Dusun Kampung Toa Bitombang, Mohammad Shaleh, mengungkapkan bahwa dulunya penduduk Toa Bitombang merupakan warga yang tidak ingin membiarkan kampungnya ini tersentuh hal baru atau modernisasi.

Bahkan, saat agama Islam masuk di Kepulauan Selayar pada pertengahan abad ke-17, nenek moyang penduduk setempat melarikan diri ke pelosok perbukitan sebagai bentuk penolakan masuknya agama baru.

Namun prinsip itu lama-kelamaan luntur tergerus waktu, penduduk Kampung Toa Bitombang yang dulunya menganut kepercayaan percampuran Hindu dan animisme. Lalu konon pimpinan dari Kerajaan Bontobangun (salah satu kerajaan di Selayar) menemukan Dusun Toa Bitombang dan mengislamkan seluruh penduduk tanpa paksaan.

"Pada 1930, kampung ini justru menyumbangkan jemaah terbanyak dari Selayar menuju Tanah Suci Mekah," kata lelaki berusia 70 tahun yang sudah menjabat sebagai kepala dusun selama 40 tahun itu.

Sekarang, para penduduk di kampung tertua di Selayar ini juga perlahan menerima modernisasi. Mungkin mereka sadar bahwa hal tersebut tak dapat ditolak terus-menerus.

Anak-anak muda kampung ini diharuskan bersekolah yang tinggi dan mulai menerima modernisasi seperti adanya televisi. "Jika tidak seperti itu mungkin sampai sekarang tidak ada listrik di kampung ini," Shaleh membeberkan.

Saat ini, Kampung Toa Bitombang sudah dikelola Pemerintah Kabupaten Selayar dengan konsep terbilang sederhana. Yaitu, menjaga pelestarian alam agar tidak merusak kondisi naturalnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini