Sukses

Tren Mabuk Pembalut Wanita, Pedagang Bir Siap Beraksi

Minuman oplosan masih beredar bahkan menggunakan pembalut wanita.

Liputan6.com, Jakarta Kalangan pedagang bir menyatakan kesiapannya mendukung pemerintah dalam memberantas peredaran minuman oplosan.

Untuk itu ratusan pedagang bir di wilayah Surabaya dan Sidoarjo yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pedagang Minuman Beralkohol seluruh Indonesia (FKPMBSI) menandatangani komitmen membantu pemerintah dan kepolisian dalam memerangi peredaran oplosan.

"Tidak hanya telah merenggut nyawa, oplosan yang mengandung racun berbahaya bagi otak dan tubuh juga menjadi penyebab kasus-kasus kejahatan dan kriminalitas di Surabaya dan Sidoarjo," kata Ketua FKPMBSI wilayah Surabaya dan Sidoarjo, Heri Dwi, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Kamis (29/09/2016).

Meskipun berulangkali pihak kepolisian melakukan razia, peredaran oplosan di Surabaya dan Sidoarjo masih cukup tinggi. Sebabnya bahan baku oplosan masih mudah didapatkan di apotek dan toko bahan kimia.

"Anak-anak muda kan sekarang pintar-pintar. Mereka banyak mencari bahan-bahan untuk mengoplos di internet. Kalau dahulu mereka mabuk dengan dengan menghirup lem hingga menenggak obat batuk, tetapi belakangan muncul tren mabuk dengan menggunakan pembalut wanita dan popok bayi," kata Heri.

Dia menjelaskan bahwa sesuai dengan pengakuan salah satu siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Sidoarjo, mabuk dengan cara merebus pembalut wanita yang ditetesi bensin atau alkohol medis ini lebih murah biayanya dibandingkan dengan harus membeli cukrik atau arak.

"Jangan sampai karena konsumsi oplosan dan bahan berbahaya yang menyebabkan mabuk dan kematian justru pedagang bir yang disalahkan dan menjadi kambing hitam. Padahal, kami tidak pernah melayani pembeli di bawah umur atau masih bersekolah," ucap Heri.

Menurut dia, pelarangan menjual bir di tingkat eceran justru akan mematikan pendapatan pedagang kecil. Sementara praktik mengoplos bahan beracun untuk mabuk tidak akan pernah akan tuntas.

"Para pedagang inginnya mencari nafkah dengan tertib. Jika aturannya memang berkendara di jalan raya wajib memakai helm, ya kami tidak akan memakai topi pas naik motor," ujar Heri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini