Sukses

Rumah-Rumah Mewah di Kampung Juragan Warteg

Kebanyakan rumah mewah juragan warteg hanya ditinggali oleh keluarga atau bahkan orang kepercayaannya saja.

Liputan6.com, Tegal - Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB siang, tapi aktivitas sejumlah warga di Desa Sidakaton dan Desa Sidapurna, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, tampak lengang pada Selasa, 20 September 2016.

Hanya beberapa warga terlihat berada di sejumlah warung-warung kelontong, bengkel, dan warung makan sederhana. Mereka tampak santai dan melakukan aktivitas keseharian masing-masing.

Ada pemandangan menarik saat memasuki wilayah dua desa yang lokasinya memang bersebelahan. Sebagian besar rumah di Desa Sidakaton dan beberapa rumah di Desa Sidapurna merupakan rumah mewah berlantai dua yang tinggi menjelang ke langit.

Informasi yang dihimpun Liputan6.com, rumah-rumah megah dan mewah itu sebagian besar milik pengusaha warung tegal (warteg).  Berdasarkan pantauan, hampir separuh deretan rumah-rumah mewah dan megah yang berada di Desa Sidakaton dan Desa Sidapurna sepi.

Bahkan, beberapa rumah di antaranya kosong tanpa penghuni. Setiap rumah yang terlihat megah dan mewah di depannya selalu ada pagar besi yang kokoh tegak tertancap sebagai pembatas antara jalan dan rumah.

Akses jalan di sana juga lumayan. Jalan selebar empat meter dengan lapisan aspal yang melapisi di atasnya masih sangat layak dilalui kendaraan roda dua ataupun lebih.

"Panjenengan dari mana, Mas, kok saya curiga dari tadi lihat-lihat rumah-rumah besar itu. Sebenarnya dari bank mau survei apa dari mana," ucap seorang pria berambut ikal yang saat itu sedang berada di depan rumah megah di Desa Sidakaton yang namanya enggan disebut.

Suasana kampung warteg di Tegal (Liputan6.com / Fajar Eko Nugroho)

Setelah itu percakapan pun lancar mengalir. Sang warga bercerita sekelumit tentang Desa Sidakaton dan Desa Sidapurna yang dikenal sebagai kampung warteg.

"Ya memang di sini hampir sebagian besar warganya punya usaha warteg di Jakarta. Mereka meninggalkan rumahnya untuk merantau di sana mencari rezeki. Alhamdullilah, banyak yang sukses," kata dia.

Ia menjelaskan kenapa kebanyakan deretan rumah mewah dan megah tampak sepi dari depan rumah. Menurut dia, meskipun terlihat sepi, namun ada penghuni rumahnya.

"Kalau dilihat dari luar memang rumahnya sepi, tapi di dalam ada orangnya yang nunggu. Kalau enggak keluarganya sendiri, ya ada orang kepercayaan pemilik rumah itu," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Tonjolkan Diri

Warga setempat biasanya enggan membicarakan terkait kesuksesan yang diraih pemilik usaha warteg yang berdagang di perantauan.

"Memang begitu warga sini. Pokoknya yang berada di perantauan dan hasilnya keliatan di kampung ya lebih baik jangan sampai terlihat terlalu mencolok. Apalagi yang punya usaha warteg. Katanya nanti mempengaruhi sewa warung di sana (Jakarta) menjadi mahal," tutur dia.

Kendati demikian, ia tidak mengetahui berapa harga sewa warung yang dikenakan kepada pengusaha warteg di Jakarta. "Kalau soal itu saya enggak tahu, silakan tanya saja sendiri sama yang bersangkutan," imbuh dia.

Sementara itu, Ketua Ikatan Pengusaha Warteg Tegal, Asmawi, membenarkan jika hampir 90 persen warga Desa Sidakaton dan Desa Sidapurna berprofesi sebagai pengusaha warteg.

"Sekitar 1.000 ribu warga di sana memang hampir 90 persen diantaranya punya usaha warteg yang tersebar di wilayah Jabodetabek," ucap Asmawi.

Tak hanya di Kabupaten Tegal, kata dia, warga yang menekuni usaha warteg juga berasal dari Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal.

"Warga Kota Tegal juga banyak yang merantau dan usaha warteg di sana. Khususnya warga di Tegal Selatan, hampir 30-40 persen warganya menekuni usaha warteg," ujar dia.

Suasana kampung warteg di Tegal (Liputan6.com / Fajar Eko Nugroho)

Kendati demikian, kata dia, warga yang hingga kini masih merantau dan memiliki usaha warteg tidak semuanya berbuah manis ataupun sukses. Sebab, jika memiliki usaha seperti warteg harus pandai melihat peluang pasarnya.

"Jika tidak melihat peluang pasarnya dulu, pasti dagangannya juga tidak laku dan akhirnya bangkrut. Alhamdullilah pemilik usaha warteg sebagian memang sukses, tapi juga banyak yang biasa-biasa saja, tapi mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi," papar dia.

"Kalau yang bangkrut juga banyak, mereka biasanya tidak patah semangat dan mencoba lagi ke tempat lain,"

Perihal harga sewa warung yang mahal, Asmawi tidak membantahnya. Ia menyatakan, sewa warung menjadi satu kendala yang dialami pengusaha warteg di perantauan.

"Kendala harga sewa warung yang mahal juga terjadi sekarang ini, setiap tahun harga terus naik dan melonjak. Kalau ukuran warung 4x5 meter di Jakarta rata-rata sampai Rp 30 juta per tahun," dia menjelaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini