Sukses

Kakek dan Gadis ABG di Jambi Sekongkol Aksi Cabul

Korban aksi pencabulan di Jambi adalah siswi di bawah umur.

Liputan6.com, Jambi - Pencabulan dengan korban anak sekolah masih saja terjadi. Jajaran Polresta Jambi baru saja mengungkap kasus kejahatan seksual dengan korban masih berstatus siswi SMP.

Kanit Reskrim Uni Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Jambi, Iptu Shisca Agustina, mengatakan, pengungkapan kasus ini bermula dari laporan warga pada 23 Agustus 2016 lalu. Atas laporan itu, jajaran Unit PPA Polresta Jambi melakukan penyelidikan.

Dari penyelidikan itu, polisi berhasil menangkap pria 64 tahun berinisial WH. "WH kita tangkap setelah dilakukan pemancingan di salah satu hotel di Kota Jambi, sehari sebelum hari raya Idul Adha kemarin," ujar Shisca ketika dihubungi Rabu malam 14 September 2016.

Dari pengungkapan dan penangkapan WH tersebut, polisi lantas melakukan pengembangan lebih lanjut. Akhirnya ditemukan lima orang korban yang semuanya adalah siswi dari beberapa sekolah yang ada di Kota Jambi. Dari keterangan korban dan pelaku WH diperoleh nama PU, gadis belia bawah umur sebagai mucikari.

"PU ini belum cukup umur namun tidak sekolah. Kini masih buron dan akan kita tetapkan sebagai DPO," kata Shisca.

Dia menjelaskan, korban mengaku diiming-imingi pekerjaan yang bisa menghasilkan uang banyak. Saat korbannya mau, PU lantas mengajak korbannya ke sebuah hotel melati di Kota Jambi. Di hotel sudah menunggu sang kakek cabul. Korban kemudian diajak ke dalam kamar dan pintu dikunci dari luar.

"Di dalam kamar, oleh WH, korban diberi obat seperti obat perangsang. Jadi korban kemudian menjadi pusing dan tidak bisa berbuat apa-apa," jelas Shisca.

Oleh polisi, WH akan dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 88 tentang eksploitasi anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman diatas 7 tahun penjara.

Peran Aktif Keluarga

Shisca mengatakan dari hasil penyelidikan sementara munculnya kasus kejahatan seksual anak sekolah justru dipicu karena perilaku atau pergaulan. "Masa-masa anak SMP dan SMA adalah masa pencarian jati diri," ujar Shisca.

Shisca berharap, keluarga dan orangtua lebih memperhatikan dan mengawasi anak-anaknya apalagi di masa-masa remaja. Pendidikan moral dan agama dinilai penting agar remaja tidak mudah terbawa oleh pergaulan negatif.

"Majunya teknologi informasi, gadget dan media sosial jangan sampai diterima mentah-mentah oleh anak-anak. Ini harus disikapi, dan keluarga menjadi garda terdepan dalam pembinaan anak-anak," kata Shisca.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.