Sukses

91 Pasutri di Kota Ini Pilih Bercerai, Apa Sebabnya?

Bukan hanya laki-laki yang berselingkuh, perempuan juga melakukan hal tersebut.

Liputan6.com, Jakarta Kasus perceraian di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara terbilang tinggi. Hampir setiap tahun ratusan pasangan suami istri (pasutri) mengakhiri hubungan mereka. Jumlah itu sesuai data dari Pengadilan Negeri (PN) Bitung.

"Untuk tahun ini sudah ada 91 pasutri yang bercerai," ujar pejabat humas PN Bitung Felix Wuisan, Kamis 1 September 2016.

Angka tersebut sesuai perkara yang masuk di PN Bitung per Agustus lalu. "Itu yang sudah ada putusannya. Belum dihitung yang masih berproses dan perkara yang baru akan masuk. Belum lagi kalau ditambah dengan data dari Pengadilan Agama. Jadi sangat mungkin tahun ini mencapai ratusan," kata hakim muda itu.

Felix menyebutkan, tahun lalu saja 139 perkara cerai diputus PN Bitung. Jumlah itu mendominasi perkara perdata yang masuk, yang jumlahnya sebanyak 182 perkara.

"Jadi tidak salah kalau dibilang perkara cerai agak tinggi," ujar dia.

Adapun terungkap dalam persidangan, faktor dominan pemicu perceraian adalah cek-cok. Kondisi itu juga dipicu banyak hal lain, terutama masalah ekonomi dan perselingkuhan.

"Khusus untuk perselingkuhan, pelakunya sama-sama dari dua pihak, yaitu suami dan istri. Dengan kata lain, bukan cuma laki-laki saja yang bisa selingkuh, tapi perempuan juga," tutur Felix.

Menanggapi hal ini, Selvi Kakambong selaku pemerhati masalah perempuan di Kota Bitung, meminta semua pihak terkait memberikan perhatian. Menurut dia, hal yang paling penting disikapi adalah masa depan anak-anak.

"Pemerintah dan tokoh agama harus memperhatikan ini. Sebisa mungkin harus dicegah agar perceraian tidak terjadi. Tapi kalau memang tak bisa dihindari, antisipasi terhadap dampaknya perlu disiapkan. Harus ada program khusus yang melindungi anak-anak broken home," papar dia.

Program semacam itu wajib diadakan. Pasalnya anak dari keluarga yang bercerai alias broken home kerap mengalami masalah dalam kehidupannya, termasuk soal pendidikan.

"Nah, kalau dibiarkan bisa berujung pada putus sekolah. Akhirnya yang rugi juga bukan cuma orangtua, tapi juga daerah. Sebab penyelenggaraan pendidikan akan dianggap tidak berhasil," kata Selvi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini