Sukses

Remaja Sulit Berlogat Melayu, Aktivis Singapura Lirik Batam

Sebagian orangtua di Singapura masih mengajarkan bahasa Melayu kepada anak, tapi mayoritas menggunakan bahasa Inggris.

Liputan6.com, Batam - Pemahaman generasi muda etnis Melayu di Singapura terhadap budaya dan bahasa leluhurnya mulai terkikis. Kondisi ini membuat khawatir kalangan praktisi pendidikan dan [budaya Melayu](bahasa Melayu "").

Sebab, bukan tak mungkin bahasa Melayu hilang di Singapura lantaran terlupakan. Adalah Siti Hamidah S. Abdullah Bahashwan yang mengemukakan kekhawatiran punahnya bahasa Melayu di Negeri Jiran tersebut.

Pemerhati sosial budaya bidang pendidikan dan psikologi anak dari Emotion Work Singapura ini mengungkapkan, penduduk Singapura berjumlah lebih dari 5,4 juta. Etnis Melayu menduduki urutan kedua setelah etnis China.

Namun, sekitar 50 persen lebih generasi muda Melayu mulai tidak bisa lagi mengucapkan lafal atau berlogat Melayu.

"Kini sangat mengkhawatirkan bagi generasi muda Melayu Singapura, mereka sudah mulai susah mengucapkan lafal dalam bahasa Melayu," ucap Hamidah kepada Liputan6.com saat berkunjung ke Turri Beach Resort, Batam, Kepulauan Riau, Minggu, 28 Agustus 2016.

Selain bahasa Inggris, bahasa Melayu juga termasuk bahasa nasional dan lagu kebangsaan. Sumpah jabatan pun masih menggunakan bahasa Melayu, terutama saat pelantikan para pejabat di parlemen.

Jarang Dipakai

Namun, menurut Hamidah, penggunaan bahasa Melayu itu hanya dalam waktu-waktu tertentu. Hal yang menyedihkan, bahasa Melayu sebagai bahasa ibu sudah jarang dipakai berkomunikasi sehari-hari dalam keluarga.

"Masih ada orangtua yang masih mengajarkan bercakap (berbicara) bahasa Melayu. Cuma sebagian kecil, kebanyakan mereka menggunakan bahasa Inggris," tutur master lulusan Universitas Surrey, Inggris, tersebut.

Sebagai perbandingan, ia menyoroti budaya etnis Aborigin yang terancam punah. Padahal, Aborigin adalah penduduk asli di Benua Australia. Menurut Hamidah, kondisi seperti itu jangan sampai terjadi di Singapura karena menyangkut jati diri, harkat, dan martabat bangsa.

Aktivis sosial sekaligus penulis dan presenter di salah satu televisi Singapura berbahasa Melayu, Rilla Melati Bahri. (Liputan6.com/Ajang Nurdin)

Pandangan serupa dikemukakan Rilla Melati Bahri selaku aktivis sosial sekaligus penulis dan presenter di salah satu televisi Singapura berbahasa Melayu.

"Kekhawatiran ini menjadi tanggung jawab bersama bagi orangtua untuk lebih mengenalkan kepada anak-anaknya budaya bahasa Melayu jangan sampai nanti lupa," ujar Rilla.

Menurut dia, mayoritas orangtua etnis Melayu sangat kurang memberikan pendidikan praktis di keluarga. Lantaran itulah, menurut Rilla, perlu diadakan kampanye terhadap sekolah-sekolah yang berbasis anak Melayu. Misalnya, membagikan karya tulis atau bacaan yang isinya tentang pengenalan budaya dan bahasa Melayu untuk usia kanak-kanak.

Gandeng Batam

Tak hanya di Singapura, budaya Melayu juga berkembang di Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand bagian selatan, Filipina, terutama Indonesia. Budaya Melayu bahkan sangat kental terasa di Riau dan Kepulauan Riau.

Karena itu, menurut Rilla, pihaknya menjajaki kerja sama dengan Batam demi memajukan budaya Melayu di Singapura.

"Berkongsi (kerja sama) aktivis pemersatu budaya Melayu Singapura yang dilakukan dengan jiran (tetangga) seperti di Batam dan Jakarta. (Tapi) hanya sebatas sosial saja," ujar dia.

Rilla menjelaskan, usulan-usulan pembahasan maupun kajian yang lebih dalam terkait masa depan bahasa dan budaya Melayu di mata generasi muda Singapura  sudah diusulkan ke parlemen agar dilakukan pembahasan.

"Untuk seminar yang melibatkan antar-bangsa yang berkenaan dengan bahasa dan budaya Melayu belum ada, hanya di Singapura. Tapi sudah ada usulan ke goverment maupun  parlemen," kata aktivis sosial budaya Melayu asal Singapura itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini