Sukses

Mitos Karanggetas Cirebon Peluntur Kesaktian Pejabat Angkuh

Mitos tersebut masih mengakar di masyarakat pribumi maupun luar Cirebon.

Liputan6.com, Cirebon - Keberadaan keraton di Cirebon, Jawa Barat, tak terlepas dari ragam sejarah yang ada di wilayah sekitarnya. Satu di antara daerah yang ada di pantura Jawa Barat ini memiliki keunikan tersendiri. Setiap kawasan yang ada di Kota Udang tersebut memiliki sejarah masing-masing.

Salah satunya kawasan Karanggetas, Kota Cirebon. Di kawasan ini, aktivitas perekonomian Kota Cirebon terlihat sangat menonjol dibandingkan kawasan lain.

Pengamat sejarah dan budaya Cirebon Jajat Sudrajat menuturkan, mengacu pada Cerita Babad Cirebon, nama Karanggetas diambil dari salah seorang seorang manusia sakti bernama Pangeran Soka atau Syekh Magelung Sakti yang datang dari Timur Tengah.

"Syekh Magelung Sakti memiliki Ilmu yang sangat tinggi. Siapa pun tidak bisa mengalahkannya. Termasuk saat ikut sayembara Nyi Mas Gandasari yang digelar Pangeran Cakrabuana atau Mbah Kuwu Cirebon dan Syekh Syarif Hidayatullah," tutur Jajat kepada Liputan6.com, Sabtu 27 Agustus 2016.

Dia mengatakan, nama Karanggetas berasal dari kata Karang (tempat) dan Getas (mudah patah). Kala itu Syekh Magelung Sakti datang ke Cirebon mencari seseorang yang bisa memotong rambutnya.

Kedatangan Syekh Magelung Sakti ke Cirebon lantaran mendengar di daerah ini terdapat orang sakti yang bisa membantu memotong rambutnya.

"Di tengah Syekh Magelung Sakti ikut sayembara dan hampir mengalahkan Nyi Mas Gandasari yang langsung berlindung di belakang Mbah Kuwu Cirebon dan Syekh Syarif Hidayatullah. Saat itu pula Syekh Magelung Sakti meminta tidak menghalangi, namun Mbah Kuwu Cirebon dan Syekh Syarif tetap melindungi dengan alasan pertandingan tidak sebanding," ujar Jajat.

Kawasan perekonomian Karanggetas di Kota Cirebon, Jawa Barat. (Liputan6.com/Panji Prayitno)

Di tengah momentum itulah, Syekh Magelung Sakti kemudian menyampaikan keinginannya memotong rambut. Singkat cerita, permintaan Syekh Magelung Sakti pun dipenuhi oleh Pangeran Cakrabuana dan Syekh Syarif Hidayatullah.

"Syekh Magelung Sakti kemudian diusap rambutnya dan terpotonglah rambutnya. Setelah itu Syekh Magelung Sakti menyatakan diri berguru," sebut Jajat.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kesaktian Luntur

Dari cerita singkat Babat Cirebon tersebut, lanjut Jajat, muncul sebuah mitos orang yang memiliki kanuragan yang tinggi, namun sombong akan luntur dengan sendirinya. Daerah tersebut dekat dengan Sungai Sukalila yang artinya harus dengan kerelaan hati.

Mitos tersebut, menurut dia, masih mengakar di masyarakat pribumi maupun luar Cirebon. Dari mitos itu, tidak sedikit pejabat negara yang enggan melewati Jalan Karanggetas ketika mengikuti acara resmi kenegaraan.

"Kecuali belanja. Kalau acara resmi kenegaraan pejabat negara yang didapat dari jabatan politik tidak mau lewat jalan itu. Mereka memilih memutar lewat pelabuhan. Karena mitosnya khawatir ilmu kanuragan yang dimiliki akan luntur dengan sendirinya," sebut Jajat.

Mitos lain tentang daerah Karanggetas juga berkembang dan menjadi sugesti khususnya bagi masyarakat Tionghoa. Di sepanjang Jalan Karanggetas itu, berjejer toko emas yang mayoritas penjualnya adalah kaum Tionghoa Cirebon.

"Cirebon kan caruban dari semua suku dan ras ada di sini bersatu karena dari sejarahnya sudah tercatat," ia memaparkan.

Dia mengatakan, sejak ramainya daerah Karanggetas menjadi pusat niaga Kota Cirebon, belum pernah terdengar beberapa kasus besar seperti pemalsuan emas hingga barang-barang gaib yang dijual di Karanggetas.

"Bahkan pembobolan toko emas di sana juga terbilang jarang sekali," ia membeberkan.

Kawasan perekonomian Karanggetas di Kota Cirebon, Jawa Barat. (Liputan6.com/Panji Prayitno)

Dia juga mengatakan, sugesti tersebut juga diperkuat dengan keberadaan Mesjid Jagabayan yang ada di daerah Karanggetas Kota Cirebon. Masjid Jagabayan sendiri memiliki arti "Menjaga dari Bebaya" atau menjaga dari mara bahaya.

"Pada zaman Kasultanan Cirebon, daerah Karanggetas dan Masjid Jagabayan adalah pintu masuk gerbang kasultanan. Sederhananya semacam pos jaga dengan salah satu fasilitas mesjid Jagabayan," ujar Jajat.

Di daerah Karanggetas Cirebon juga terdapat tradisi Slametan Lenga (Sodakoh Minyak) tiap malam Jumat Kliwon. "Minyak yang disedekahkan karena mengandung filosofi kalau minyak itu licin. Artinya sodakoh agar bahaya tak menyentuh tubuh kita. Secara kebetulan Masjid Jagabayan didirikan Tumenggung Jagabaya yang tinggal di daerah itu," sejarawan Cirebon itu memungkasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.