Sukses

Akademisi Soroti Kasus Papa Minta Pangkat

Kasus papa minta pangkat di Maluku Utara, bisa diproses secara pidana.

Liputan6.com, Ternate - Kasus pemalsuan pangkat yang melibatkan pejabat tinggi madya, di lingkup 'Kabinet Pelangi', Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara, kembali mencuat. Kasus yang melibatkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Buyung Radjilun, dan Kepala Dinas Kehutanan Sukur Lila itu bisa berlanjut jadi masalah pidana.

Selain Komisi I DPRD Malut yang mempersoalkan masalah tersebut, kasus yang populer di Malut dengan istilah kasus 'Papa Minta Pangkat' itu terus mendapat sorotan luas, salah satunya dari akademisi Universitas Khairun (Unkhair) Ternate.

Kasus yang mulai tenggelam itu kembali disoroti Aslan Hasan, akademisi Unkhair Ternate. Dia menilai perbuatan Buyung Radjilun dan Sukur Lila memalsukan pangkat merupakan perbuatan pidana, sehingga keduanya harus bertanggung jawab.

"Tindakan pemalsuan pagkat itu sudah masuk pidana, karena mereka memalsukan dokumen negara. Bahkan Kepala DKP dan Kadis Kehutanan itu sudah terlibat secara langsung karena sebagai pengguna pangkat palsu," kata Aslan kepada Liputan6.com, , Minggu 24 Juli 2016 sore.

Menurut dia, meskipun Gubernur Abdul Gani Kasuba telah mengambil langkah membatalkan kenaikan pangkat kedua Kadis itu, namun tidak menghilangkan unsur pidana karena sudah terlanjur memalsukan dokumen negara untuk kenaikan pangkat.

"Artinya gubernur juga sudah mengakui ada pemalsuan pangkat itu, sehingga gubernur sudah mengambil langkah menurunkan pangkat mereka menjadi Plt dari jabatan semula Kepala Dinas definitif (yang kini dijabat keduanya)," kata Aslan.

Dengan begitu lanjut Aslan, Buyung dan Sukur Lila, tidak perlu beralasan lagi karena perbuatan memalsukan pangkat tersebut murni pidana.

"Sebenarnya ini tidak perlu diperdebatkan lagi, ada atau tidak unsur pidana. Tindakan gubernur menurunkan pangkat keduanya itu adalah tindakan pemerintahan, tapi itu sudah ada peristiwa pemalsuan dan itu pidana. Gubernur juga bisa dikategorikan masuk ke ranah ini karena mengeluarkan SK definitif keduanya," ujar Aslan.

Dosen Hukum Unkhair ini menegaskan, penyidik Polda Malut tidak harus beralasan menunggu laporan, karena kasus tersebut tinggal diproses secara hukum.

"Bagi saya tidak ada alasan Polda Maluku Utara untuk tidak menyelidiki kasus pangkat palsu ini. Karena itu sudah nyata ada indikasi pidana, sebab  ada pasal yang mengatur tentang pemalsuan dokumen negara."

Bukti Awal Pemalsuan Dokumen

Aslan menegaskan, kasus tersebut sangat mudah dibongkar oleh Polda Maluku Utara. Sebab, sudah ada bukti awal pemalsuan dokumen yang disimpan di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Malut yang saat itu dijabat oleh Kepala BKD Imam Makhdi Hasan.

"Kasus ini sangat sederhana saja, tergantung Polda punya mau (selera). Karena tinggal mengambil bukti dokumen pengusulan SK pengangkatan kemudian dilakukan verifikasi untuk mencari tahu unsur pemalsuan itu. Yang kemudian dikonfirmasi ke pihak yang membuat SK serta pelaku pengguna pangkat palsu tersebut. Ini tanggung jawab Polda Malut untuk mengusut secara tuntas kasus ini supaya ada efek jera bagi yang lain,” dia menjelaskan.

Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, sebelumnya telah merekomendasikan Gubernur Abdul Gani Kasuba mengembalikan jabatan dan pangkat Kepala DKP Buyung Rajilun dan Kadis Kehutanan Sukur Lila. Atas rekomendasi itu, kedua pejabat tinggi madya tersebut kini kembali menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt).

Bima mengungkapkan surat rekomendasi itu disampaikan kepada Gubernur Malut melalui BKN Regional Wilayah XI Manado pada 15 Desember 2015 lalu.

"Rekomendasi itu berkaitan dengan pengaduan masyarakat yang menduga 3 orang pejabat eselon II di Pemprov Malut dilantik Gubernur menggunakan pangkat dan jabatan palsu."

"Jadi begitu ada pengaduan, kemudian kita lakukan investigasi, apa betul mereka dinaikkan pangkat dalam jabatan B? Betul kita temukan itu. Dan ternyata jabatan B itu ada orangnya. Lho ini gimana, kan gitu. Sehingga investigasi itu betul ternyata ada pemalsuan informasi di sana (Pemprov Malut). Dasar itu lalu kita merekomendasikan Gubernur membatalkan jabatan keduanya. Tapi karena yang menaikkan pangkatnya adalah gubernur jadi gubernur yang harus membatalkan, sesuai rekomendasi dari surat BKN itu," Bima menjelaskan.

Bima mengatakan, pemalsuan jabatan dan data kepangkatan yang dilakukan itu merupakan pidana, karena terdapat penggelapan dokumen negara.

"Karena dalam hasil investigasi itu mereka dinaikkan pangkat tidak dalam jabatan yang sah. Jadi mereka jabatannya A tapi ketika diajukan ke BKN jabatannya B. Jabatan B itu itu untuk eselon di atasnya, sehingga mereka bisa dinaikkannya pangkatnya. Setelah dinaikkan pangkatnya, yang bersangkutan kemudian dilantik lagi pada jabatan di atasnya, di C setara dengan B," ia menuturkan.

Bima mengatakan pula, salah satu sanksi yang sudah diberikan BKN kepada Buyung Radjilun dan Sukur Lila selaku Aparatur Sipil Negara adalah dengan mengunci data base kepangkatan dan jabatan keduanya di profil BKN pusat.

"Sebetulnya (kedua) pejabat itu tidak berhak naik pangkat, namun kami hanya bisa melakukan tindakan dari sisi administrasi kepegawaian. Untuk sanksi lainnya itu ranah penegak hukum karena ada tindakan pidana pemalsuan dokumen. Saya hanya bisa melakukan tindakan sanksi berdasarkan administrasi kepegawaian. Jadi kalau ada laporan pemalsuan dokumen dan merupakan tindak pidana itu bukan urusan saya," Bimas menegaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini