Sukses

Polisi Ini Korban Pertama Rusuh Demo Anti-Tambang Bengkulu

Ia sempat bernegosiasi dengan massa anti-tambang sebelum berakhir rusuh.

Liputan6.com, Bengkulu - Tak hanya empat warga yang terluka dalam demonstrasi anti-tambang berujung rusuh di Kabupaten Bengkulu tengah, pada Sabtu siang, 11 Juni 2016 lalu. Seorang polisi juga menjadi korban massa yang sudah tersulut emosi.

Bripka Syafrizal Jamil, Kepala Unit Sabhara Polsek Taba Penanjung Bengkulu Tengah bersimbah darah saat menghalau para demonstran yang berupaya menerobos masuk ke lokasi pertambangan. Dia mengalami luka bacok senjata tajam.   

Saat kejadian, Bripka Syafrizal sedang menenangkan para pengunjuk rasa lewat negosiasi. Tetapi, sambaran batu yang dilempar ke arah aparat yang berjaga membuat upaya itu tidak membuahkan hasil. Ratusan warga yang sudah terprovokasi tidak terkendali lagi dan menyerang aparat secara brutal.

Akibatnya, anggota polisi ini mengalami pendarahan hebat. Terdapat luka sepanjang 15 cm di punggung, luka sayatan sepanjang 10 cm di kepala belakang dan luka tebas pada otot motorik di jari jempol tangan sebelah kiri sepanjang 5 cm.

Kapolda Bengkulu Brigjen M Ghufron mengatakan, para demonstran sudah mengultimatum aparat dengan mengatakan, 'tutup tambang, lawan dan perang.'

"Kata perang itu lazim digunakan saat kondisi sudah memanas. Kami harus mengambil tindakan tegas dan melalui tahapan sesuai prosedur," ujar Ghufron, Senin (13/6/2016).

Ghufron mengimbau agar orang yang meneriakkan kalimat provokatif itu datang ke kantor polisi dan bertanggung jawab atas perbuatannya. "Cepat atau lambat orang itu akan kami ambil. Sebaiknya datang saja secara baik-baik," ucap Ghufron.

Sesuai AMDAL

Ketakutan masyarakat 12 desa di Kecamatan Merigi Kelindang dan Merigi Sakti Kabupaten Bengkulu Tengah terkait rusaknya lingkungan akibat aktivitas pertambangan bawah tanah oleh PT Citra Buana Selaras direspons dingin Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Bengkulu Tengah Mun Sugiri.

Menurut dia, perusahaan itu sudah melengkapi semua perizinan, termasuk kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dikeluarkan instansi yang memiliki kewenangan.

"Kajiannya lengkap, izin yang mereka dikantongi berlaku hingga tahun 2019," tutur Mun.

Terkait kondisi tanah yang labil dan mengancam pemukiman masyarakat, kata dia, harus diteliti lebih dalam. Ia sangsi jika aktivitas pertambangan yang dijalankan pihak perusahaan itu dekat dari pemukiman.

"Ahli khusus yang bisa membuktikan itu, tidak bisa asal tebak saja," ujar Mun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.