Sukses

Ada Tuhan dalam Semangkuk Kolak

Kolak merupakan sarana dakwah para ulama zaman dahulu.

Liputan6.com, Semarang - Ramadan dan kolak adalah dua hal yang akrab. Kolak sering menjadi bagian takjil atau makanan berbuka puasa. Kolak yang manis ideal untuk berbuka puasa karena cepat mendongkrak tenaga yang hilang karena berpuasa.

Dalam aspek syiar agama Islam, kolak bukan sekedar ragam kuliner. Dalam penciptaan makanan bersantan ini hingga penamaannya terkandung filosofi perihal misi penyebaran agama Islam.

Syahdan, ketika masyarakat Jawa belum mengenal Islam dengan baik, para ulama atau penyebar Islam berembuk mencari cara sederhana agar masyarakat dapat memahami agama Islam.

"Cara sederhana yang dinilai mudah dipahami pada saat itu berhubungan dengan makanan," kata Djawahir Muhammad, sejarawan Semarang, kepada Liputan6.com, Kamis (9/6/2016).

Berbekal pemahaman antropologi dan sumber daya alam yang ada tersebut, diciptakanlah makanan berbahan lokal. Makanan itu berbahan baku pisang, kolang-kaling, durian, ubi jalar, ketela pohon, atau keladi yang dipadupadankan dengan bahan lain.

"Maka dinamailah makanan itu dengan kolak. Asal katanya "khalik" yang berarti 'sang pencipta'. Harapannya, agar siapa pun yang mengkonsumsi bisa mendekatkan diri kepada sang pencipta. Itulah sebabnya, kolak sering disajikan saat bulan Ramadan," kata Djawahir.

Kolak dibuat manis juga bukan tanpa alasan. Menurut Djawahir, rasa manis kolak itu sesuai perintah Nabi terkait makanan berbuka puasa.

"Bukankah hadits Nabi menyebut berbukalah dengan yang manis? Nah, kolak itu adaptasi dan interpretasi dari hadits itu," kata Djawahir.

Kolak pisang sarat makna dan jadi sarana syiar Islam (Liputan6.com / Edhie Prayitno Ige)

Ahli masak dari Dapur Yummy Semarang, Siti Suhermi, menyebutkan bahan-bahan kolak dibedakan menjadi dua. Bahan dasar dan bahan pelengkap. Bahan dasar meliputi pisang dan ubi.

"Kata orang-orang tua biasanya menggunakan jenis pisang kepok. Maksudnya diartikan sebagai kata 'kapok'. Maksudnya kita harus kapok atau bertobat atas dosa yang pernah dilakukan," kata Siti Suhermi kepada Liputan6.com.

Bahan lain adalah ubi jalar, di Jawa Tengah dikenal sebagai tela pendem atau ketela terkubur. Hal ini diartikan memiliki maksud mengubur kesalahan yang telah lalu. Jadi berbuka puasa dengan kolak harapannya kita bisa menjadi semakin dekat sang khalik dan memendam segala dosa serta kesalahan yang telah diperbuat.

Sedangkan, bahan-bahan lain adalah bahan tambahan. Bisa berupa nangka, kolang-kaling, labu, semua tergantung kekayaan alam daerah tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini