Sukses

Muara Teluk Nongsa Batam Terancam Tinggal Nama

Penambangan pasir ilegal berlangsung tak terkendali di wilayah Batam, tapi pemerintah setempat mengaku kewalahan menertibkan.

Liputan6.com, Batam - Aktivitas penambangan pasir ilegal di muara Teluk Nongsa, Batam, semakin tak terkendali. Kawasan mangrove di teluk itu mulai musnah dan terancam erosi parah.

Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Kota Batam, Dendi Purnomo mengaku kewalahan setelah Undang-Undang Pertambangan diambil alih provinsi.

"Setelah otonomi daerah terkait UU pertambangan dan mineral diambil alih oleh provinsi, Bapedal Batam tidak bisa berbuat apa-apa," ujar Dendi kepada Liputan6.com, Sabtu (4/6/2016).

Menurut dia, kewenangan untuk menghentikan pertambangan pasir itu berada di tangan Dinas Pertambangan Provinsi. Proses penghentian itu pun tidak bisa serta merta karena perlu proses studi seperti menghadirkan tim ahli yang biasanya didatangkan dari ITB dan IPB.

"Untuk daftar menghadirkan tim ahli harus menunggu dalam setahun 2 kali," ucap Dendi.


Sebelum kewenangan pertambangan diambil alih, tim terpadu yang dipimpin Bapedal Batam mengaku sudah 27 kali melakukan operasi penertiban dalam kurun 2012 hingga 2014. "Dari operasi tersebut, tim terpadu memeriksa 143 saksi, menyita 103 unit mesin pompa dan 14 alat berat. Kita juga sudah menetapkan enam tersangka," kata Dendi.

Keenam tersangka itu salah satunya sudah divonis dua tahun penjara, sedangkan dua tersangka lainnya masih diproses pengadilan. Sementara, tiga tersangka belum tertangkap dan masuk daftar pencarian orang (DPO).

Menurut Dendi, akibat penambangan pasir ilegal di wilayah Batam, negara merugi sekitar Rp 1,7 triliun dari sisi ekonomi. Belum lagi luas lahan rusak yang terus bertambah.

"Kerugian negara Rp 1,7 triliun diakibatkan pertambangan ilegal, tidak ada izin, tidak bayar pajak dan retribusi pertambangan," tutur Dendi.

Kawasan Teluk Nongsa, Batu Besar, Kota Batam, merupakan area yang mengalami kerusakan lingkungan terparah akibat penambangan pasir ilegal. Pasir-pasir yang ditambang di darat itu umumnya digunakan untuk pembangunan di wilayah Batam.

"Untuk pasir darat di Batam, 72 persen digunakan untuk pembangunan properti, 10 persen industri, 18 persen pembangunan Pemerintah Kota Batam. Untuk ekspor tidak ada," kata Dendi.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Pertambangan dan Mineral Provinsi Kepri, M Darwin menegaskan kawasan Batam bukan area pertambangan. Lagipula, Pemkot berwenang menegakkan hukum karena penambangan pasir yang berjalan itu bersifat ilegal.

"Namanya ilegal, mencuri, masa harus menunggu laporan?" kata Darwin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.