Sukses

Karnaval, Gaya Semarang Bangun Toleransi di Tengah Perbedaan

Karnaval perayaan hari-hari besar keagamaan itu demi memantapkan Semarang sebagai kota paling toleran.

Liputan6.com, Semarang - Mempromosikan toleransi di tengah perbedaan tidak harus dibawakan secara serius. Meski isu toleransi terbilang berat, warga Semarang bisa mengemasnya secara ringan. Bungkusan ringan itu adalah gelar Karnaval Paskah.

Sejak pagi, Fransiska Ika Lantika (12) sudah mandi dan berdandan rapi. Ia mengenakan gaun ungu, mempersiapkan aksesoris berbentuk bunga raksasa warna krem yang mirip perisai Kapten Amerika. Ika, akrab dipanggil, menjadi salah satu peserta Karnaval Paskah.

Karnaval yang diselenggarakan di Ibu Kota Jawa Tengah itu melengkapi karnaval-karnaval perayaan hari besar agama yang sudah lebih dulu eksis. Di antaranya Karnaval Dugder bagi umat Muslim menyambut Ramadan, arak-arakan Sam Poo untuk merayakan naiknya Dewa Bumi umat Tri Dharma, Festival Ogoh-ogoh bagi umat Hindu merayakan Nyepi, dan kirab Api Suci Waisak bagi umat Buddha.

Menurut Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, Karnaval Paskah akan menjadi sebuah tradisi baik. Warga non-Kristiani juga akan mengenal tradisi Kristiani dengan baik.

"Pada saatnya, hal itu akan menjadikan Semarang sangat toleran," kata Hendi kepada Liputan6.com, Sabtu (9/4/2016).

Karnaval Paskah digelar kemarin, Jumat, 8 April 2016, setelah salat Jumat. Penentuan waktu itu merupakan bentuk penghormatan umat Kristiani bagi warga Muslim yang hendak beribadah.


Prosesi diawali dengan pengibaran bendera oleh Wali Kota. Seluruh peserta kemudian berjalan kaki menyusuri jalan protokol. Warga yang tak menjadi peserta sabar menunggu di sepanjang jalan. Mereka berdiri berdesakan seolah tak peduli sengatan panas matahari.

"Itu yang bawa bunga ungu cantik, ya," kata Fani, seorang penonton berkerudung bahan satin.

Objek Selfie

Di beberapa titik, iring-iringan itu berhenti demi melayani permintaan penonton yang ingin berfoto bersama. Wakil Ketua Panitia Paskah Dewi Susilo Budiharjo mengungkapkan peserta karnaval Paskah tahun ini jauh lebih banyak dibanding tahun sebelumnya.

"Seluruh sekolah Kristiani terlibat. Belum lagi masyarakat umum. Ribuan kalau dijumlah. Bisa jadi ini karnaval terbesar," kata Dewi.

Citra kota paling toleran semakin kuat saat sejumlah Banser (Barisan Ansor Serbaguna) ikut mengawal dan menjaga. Mereka jauh-jauh hari sudah berkoordinasi dengan panitia dan polisi.

Kepala Satuan Koordinasi Wilayah Banser NU Jawa Tengah (Satkorwil Banser NU Jateng), Hasyim Asyari, menuturkan tanpa diminta pun Banser merasa wajib menjaga kerukunan umat. Banser juga merasa wajib menjaga keutuhan kehidupan berbangsa sebagai tanggung jawab bernegara.

"Realita menunjukkan negara kita Pancasila. Di sekitar kita banyak perbedaan. Namun, itu tak harus menjadi musuh," kata Hasyim.

Melintas di Jalan Pandanaran yang menjadi pusat kuliner Semarang, iring-iringan makin tersendat. Sejumlah wisatawan menyempatkan diri menghambur ke jalan raya untuk sekedar memotret atau berfoto bersama peserta.

"Belum tentu setahun sekali saya ke Semarang. Mumpung ada," kata Daryoto, warga Surabaya.

Siang semakin panas. Peserta karnaval sudah berkeringat. Namun, bau kecut keringat mereka luruh oleh kegembiraan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini