Sukses

Istri Terduga Teroris Serahkan Bukti 'Uang Duka' ke Busyro

Suratmi meminta bantuan hukum pada PP Muhammadiyah atas kasus yang dialami suaminya yang dituding sebagai anggota teroris.

Liputan6.com, Yogyakarta - Suratmi, istri terduga teroris Sriyono yang disebut tewas setelah berduel dengan anggota Densus 88 Antiteror, menyambangi Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jalan Cik Di Tiro, Yogyakarta. Ia datang bersama anak dan mertuanya didampingi belasan laskar dari Solo, Jawa Tengah.

Istri Sriyono yang datang Selasa pagi tadi sekitar pukul 09.15 WIB, ditemui oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik, Busyro Muqoddas.

Suratmi meminta bantuan hukum kepada PP Muhammadiyah atas kasus yang dialami suaminya yang dituding sebagai anggota teroris. Selain minta bantuan hukum, keluarga Sriyono juga minta agar jenazah suaminya bisa diautopsi.

"Kami minta bantuan hukum kepada Muhammadiyah dan mengambil alih perkara suami saya," ucap Suratmi di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (29/3/2016).

Suratmi mengatakan, saat akan menjemput jenazah suami di Jakarta, ia disodori surat pernyataan yang berisi lima hal. Di antaranya tidak akan mengambil jalur hukum dan tak melakukan autopsi. Namun, ia tidak menandatangani surat tersebut.

Selain itu, istri terduga teroris Sriyono diberi dua bungkus uang. Uang itu diserahkan oleh Ayu dan Lastri yang diduga sebagai anggota Polri.

Menurut Suratmi, uang itu diberikan kepada ia dan kakaknya. Satu bungkus uang diberikan kepada dirinya untuk pendidikan anaknya. Satu bungkus lagi diberikan kepada kakaknya sebagai biaya pemakaman jenazah suaminya. Uang itu diberikan dua orang tadi saat Suratmi berada di hotel sewaktu menjemput jenazah suaminya.

Menanggapi penyerahan tersebut, Busyro Muqoddas mengatakan menerima dua bungkus uang itu untuk dititipkan di Muhammadiyah. Menurut Busyro, pihak Muhammadiyah akan menyimpan uang itu apa adanya sebagai barang bukti, terutama bila nanti diperlukan dalam proses hukum ke depannya.

"Uang ini dititipkan sebagai bukti bahwa ibu menolak. Uang akan kami simpan dengan cara kami sebagai barang bukti," ujar mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.

Sebelumnya, Sriyono, seorang terduga teroris asal Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kabupaten Klaten, tewas setelah ditangkap oleh anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Sriyono diduga tewas usai berduel dengan seorang anggota Densus saat tengah digelandang ke sejumlah tempat pada Kamis (10/3/2016).

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Anton Charliyan mengungkapkan, ketika itu dua anggota Densus tengah membawa Sriyono mencari senjata api yang diduga disembunyikan Sriyono di beberapa tempat, termasuk di Klaten. Dikawal dua anggota Densus, Sriyono diantar berkeliling dengan mobil ke daerah Tawangsari, Klaten.

Awalnya, tutur Anton, Sriyono bersikap kooperatif dan menunjuk sejumlah lokasi tempat disembunyikannya senjata tersebut. Namun ketika petugas membuka penutup mata dan borgol, Sriyono malah balik menyerang petugas. Pergumulan keduanya pun tak terhindarkan.

"Anggota yang berada di sebelah kanan membuka penutup mata dan borgol pelaku. Tiba-tiba pelaku (terduga teroris Sriyono) langsung memukul anggota, sehingga terjadi perkelahian," kata Anton saat memberikan keterangan di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (14/3/2016).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.