Sukses

Setelah 10 Tahun, Doktor Ini Berhasil Ciptakan Beton Tahan Gempa

Konstruksi tahan gempa itu sudah diuji di laboratorium gempa milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Liputan6.com, Surabaya - Benny Kusuma, wisudawan program doktoral Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya berhasil menciptakan konstruksi beton tahan gempa. Karyanya itu berhasil mengantarkannya meraih summa cum laude dengan IPK 4,00.

Benny merancang sebuah kontruksi beton dengan Grid Tulangan Dilas (GTD) atau begel beton yang dilas. Cara itu berbeda dari cara konvensional para tukang las yang biasanya hanya dibengkokkan saja.

Besi begel biasa digunakan dalam struktur beton bertulang yang berfungsi sebagai pengikat sekaligus penguat gaya tekuk.

"Teknik ini saya pastikan 2,2 kali lipat lebih kuat dibandingkan dengan tulangan beton konvensional selama ini. Selain itu, juga lebih hemat hingga 15 sampai 20 persen atas penggunaan besi," klaim Benny di Surabaya, Senin (21/3/2016).

Benny menyatakan, cara pemasangan begel pada besi utama sama dengan pemasangan konvensional, yakni masih menggunakan tali bendrat. Jika biasanya jarak antar-begel itu idealnya sekitar 10 cm untuk begel konvensional, jarak antar-begel dengan metode GTD bisa lebih lebar. Selain itu, diameter besi yang digunakan juga bisa lebih kecil.

"Meskipun lebih renggang dan lebih kecil, namun tingkat kekuatan beton dalam menahan goncangan gempa lebih kuat dibandingkan dengan beton biasa," ucap Benny.

Benny menyebutkan, konstruksi beton ciptaannya itu tidak hanya cocok untuk bangunan rumah saja, tetapi juga bisa untuk bangunan-bangunan tinggi, seperti apartemen dan hotel. Tentu, besaran besi yang digunakan harus disesuaikan dengan besar beton kolom atau balok yang akan dibuat.

Lulus Uji Gemba

Dosen Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar itu juga mengungkapkan, teknologi ciptaannya sudah lulus uji gempa di laboratorium milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Cileunyi, Bandung. Berdasarkan hasil uji, konstruksi beton ciptaannya diprediksi bisa tahan guncangan gempa lebih dari 9 Skala Richter.

"Jika ada gempa besar, bangunan dengan menggunakan teknologi GTD ini tidak langsung roboh. Paling tidak penghuninya bisa terselamatkan," kata Benny.

Ia menyatakan penelitian yang dilakukannya memakan waktu hingga 1 dekade. Penemuan itu kemudian dituangkan dalam disertasi berjudul 'Behaviour of Reinforceed Concrete Columns Confined with Welded Reinforcement Grid Under Axial Compression and Combined Axial Compression and Reversed Cyclic Loading' dengan ketebalan hampir 700 halaman.

"Penemuan saya ini sudah saya ikutkan dalam daftar hak paten dan sudah diproduksi oleh pabrik baja. Untuk mendapatkan hak paten, butuh waktu tiga tahun dalam penelitian dan saya bekerja sama dengan pabrik besi baja," ungkap Benny.

Benny juga menyebutkan penelitiannya menghabiskan dana cukup besar hingga ratusan juta. Ongkos terbesar itu hanya untuk uji gempa di laboratorium milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

"Setidaknya dalam penelitian ini menghabiskan sekitar Rp 600 juta, dan sebagian dapat dana hibah penelitian dari Dikti, tapi tidak besar, dan sebagian besar masih menggunakan dana pribadi," ucap Benny.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini