Sukses

Niat Berteduh dari Ombak, 206 ABK Kapal Ditahan Polisi Sumsel

Mereka dianggap melanggar batas wilayah penangkapan ikan.

Liputan6.com, Palembang - Sebanyak 206 anak buah kapal (ABK) dan nakhodanya harus menginap di dermaga Direktorat Kepolisian Air dan Udara Polda Sumsel. Pasalnya, 13 unit kapal mereka berlayar memasuki batas wilayah operasi penangkapan ikan Sumatera.

Penangkapan dilakukan 4 Februari 2016, saat 13 unit kapal beserta awaknya sedang menepi di Tanjung Menjangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel). Tidak hanya melanggar batas wilayah, awak kapal juga menggunakan alat tangkap ikan yang dilarang pemerintah.

Kapolda Sumsel Irjen Djoko Prastowo mengatakan‎ kapal beserta awaknya ini karena tidak dilengkapi izin melewati batas wilayah penangkapan ikan.

"Alasan mereka karena ingin menghindari gelombang laut yang besar. Nanti kita cek ke Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sumsel, apa ada gelombang besar atau tidak," ujar Djoko di Dermaga Direktorat Pol Air dan Udara Polda Sumsel, Kamis, 11 Februari 2016.

Menurut dia, Satpolair akan berkoordinasi dengan dinas terkait untuk menangani masalah tersebut. Djoko menyatakan, "Sementara ini, mereka harus bertanggung jawab, kita juga akan berkoordinasi dengan dinas terkait disini. Harus kita dalami dulu, apakah mereka benar berlindung atau tidak."

Belasan kapal itu berlayar pada 17 Januari 2016, dari Brebes, Jawa Tengah (Jateng). Pada awal Februari 2016, terjadi gelombang besar sehingga mereka berlayar ke Sumatera untuk berlindung. Di kapal tersimpan ratusan ikan laut, udang dan cumi-cumi yang siap dipasarkan di Pulau Jawa.

Alat yang digunakan untuk menangkap ikan pun termasuk berbahaya bagi ekosistem ikan di laut. Mereka menggunakan jaring dengan diameter 3/4 inci. Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan RI, jaring nelayan yang boleh digunakan maksimal berukuran 2 inci.

Lalu, para awak kapal juga tidak mengantongi log book dan surat izinnya sudah lewat dari 1 tahun. Sehingga, izin penangkapan ikannya bisa dikategorikan illegal fishing.

"‎Kita tidak tahu kalau jaring tersebut tidak boleh digunakan. Karena kita bekerja sesuai dengan arahan yang punya kapal saja, orang Brebes sana. Kita juga tidak tahu kalau tidak boleh melewati batas perairan, padahal surat izin kita sudah lengkap," ujar salah satu nakhoda, Rokijang (34).

Sebanyak 206 anak buah kapal (ABK) dan nahkodanya ditangkap Direktorat Kepolisian Air dan Udara Polda Sumsel. (Liputan6.com/Nefri Inge)

Nelayan yang lain mengaku sedih dengan penangkapan tersebut. Dia mengaku hanya berlindung dari ombak besar.

"Kita cuma menggunakan cantrang -sejenis pukat-, itu juga belum banyak kita dapat ikannya di utara laut Jawa. Niat kita kemari cuma ingin berlindung karena awal Febuari lalu, gelombang sangat besar. Daripada terjadi apa-apa, kita memilih menepi ke Sumatera dan meminta perlindungan saja. Tak tahunya kami ditangkap dan dibawa ke sini," keluh Oiman (34), warga Brebes, Desa Kluwut, Jateng.

Mereka tidak pulang ke Brebes karena tangkapan mereka belum banyak dan akan merugi jika pulang membawa hasil tangkapan yang sedikit. Mereka juga berniat hanya menumpang bersandar di kawasan Sumsel hingga menunggu gelombang laut stabil.

Sekali berlayar, mereka bisa menghabiskan waktu sekitar 2 minggu di lautan. Sekali menjala ikan menggunakan cantrang, mereka bisa mendapatkan sebanyak 35 kilogram ikan tangkapan. Namun, tak jarang mereka hanya pulang dengan tangan hampa.

Hasil tangkapan tersebut biasanya dijual di pasar lelang di dermaga Brebes. Mereka akan membagi hasil jualnya dengan pemilik kapal. Jika hasil tangkapan banyak, mereka bisa mengantongi uang hingga Rp 1,5 jutaan. Namun, jika nasib sedang tidak mujur, sepeser pun seakan sulit didapatkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini