Sukses

Sepertiga Orang Rimba Mengidap Hepatitis

Studi menunjukkan 4 dari 10 orang Rimba mengidap penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB).

Liputan6.com, Jambi - Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi bersama Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman baru saja melakukan studi kesehatan terhadap warga komunitas Orang Rimba Jambi. Hasilnya mengejutkan, sepertiga populasi orang rimba Jambi ternyata mengidap hepatitis B.

Menurut Ketua Tim Peneliti Kesehatan Orang Rimba dari LBM Eijkman, Herawati Sudoyo, hasil tersebut sangat mengejutkan dan memprihatinkan. "Kondisi ini bisa disebut hiperendemik pada Orang Rimba," ujar Herawati di Jambi, Rabu 10 Februari 2016.

Ia menjelaskan, prevalensi hepatitis B pada orang Rimba atau jumlah keseluruhan orang sakit pada kondisi tertentu sebesar 33.9 persen. Hal itu menunjukkan 4 dari 10 orang Rimba mengidap penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB) itu.

Virus Hepatitis B dapat menyebabkan peradangan hati akut dan menahun. Pada sebagian kasus, dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Penyakit hepatitis merupakan penyakit yang menular melalui kontak langsung dengan cairan tubuh penderita dari ibu penderita kepada bayi yang dilahirkan, melalui sperma, cairan vagina dan luka terbuka.

"Kondisi ini harus menjadi perhatian serius semua pihak terutama pemerintah. Apalagi dari hasil studi kami, penderita tertinggi justru berada pada usia produktif, yaitu 17-55 tahun," kata Herawati.

Pada studi itu, tim mengambil sampel darah orang Rimba di 3 kabupaten, yakni di Kabupaten Sarolangun, Tebo dan Batanghari.

Selain hepatitis, studi juga dilakukan terhadap penyakit malaria. Hasilnya, orang Rimba sangat tinggi jika dibandingkan dengan data umum prevalensi malaria di Provinsi Jambi yang hanya 0,84 persen dari 1.000 penduduk. Artinya, kurang dari 1 orang per seribu penduduk Jambi yang terkena malaria.


Hasil studi Eijkman pada orang Rimba itu menunjukkan 24,26 persen yang terkena malaria. Hasil itu, menurut Eijkman, adalah hasil studi tertinggi dari studi serupa yang dilakukan di daerah lain.

Untuk menanggulanginya, Herawati menyarankan segera dilakukan langkah-langkah pengobatan dan penanggulangan penyebaran penyakit hepatitis maupun malaria di kalangan orang Rimba. Salah satu usulannya adalah segera mengimunisasi bayi baru lahir dan individu yang belum mengidap hepatitis.

Selain itu, perlu dilakukan pengobatan kepada individu yang sudah terkena hepatitis dan pencegahan penularan vertikal atau dari ibu ke anak dengan mengatur jarak kehamilan dan pemeriksaan kesehatan ibu. Begitu juga dengan mencegah penularan dari suami ke istri dan sebaliknya dengan sosialisasi penggunaan kontrasepsi kondom bagi penderita.

Sementara itu, Koordinator Program Komunitas Konservasi Indonesia WARSI, Robert Aritonang mengatakan pencegahan dan pengobatan kepada orang Rimba harus dilakukan merujuk hasil studi tersebut.

Robert mengungkapkan, dalam proses pendampingan sepanjang 4 tahun terakhir, Warsi menemukan ada 4 orang Rimba yang menderita sirosis. Meski sudah dibawa ke rumah sakit, kondisinya tidak tertolong dan meninggal dunia.

Menurut dia, pola kehidupan orang Rimba yang cenderung untuk menikah dengan sesama anggota kelompok semakin membuka peluang penyebaran virus hepatitis.
 
"Jika tidak dilakukan penanganan segera, kondisi ini sangat berpotensi untuk menghilangkan etnis orang Rimba," kata dia.

Kondisi kesehatan orang Rimba bisa lebih mengkhawatirkan apabila ketersediaan hutan dan kualitas sumber air bersih semakin menurun.

"Dengan studi ini, kami berharap bisa menjadi masukan penting bagi pemerintah untuk segera melakukan tindakan pencegahan demi kelangsungan hidup orang Rimba. Akses kesehatan bagi orang Rimba juga harus dibuka seluas-luasnya," ujar Robert.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini