Sukses

Kaum Muslim Dilarang Datang ke Festival Kuliner di Semarang Ini

Panitia berharap festival kuliner khusus non-muslim ini tidak memancing polemik.

Liputan6.com, Semarang - Menyambut tahun baru Imlek, sebuah festival makanan digelar di ruang parkir Sri Ratu Jalan Pemuda Semarang mulai Kamis (4/2/2016) hingga Sabtu (7/2/2016). Panitia menegaskan festival ini khusus untuk komunitas sekaligus melarang umat Islam mendatangi dan mengikuti festival ini.

Dalam festival bertajuk 'Pork Festival 2016' ini, ada 20 stand yang ikut dan semuanya menyajikan berbagai olahan dengan bahan dasar daging babi. Penyelenggara acara, Firdaus Adi Negoro, menyebut festival ini baru pertama kali digelar di Jawa Tengah.

"Kita ingin tampilkan sesuatu yang unik," kata Firdaus di Semarang, Kamis (4/2/2016).  

Pada Pork Festival 2016 ini, semua stand didirikan berjejer membentuk segi empat besar. Sementara di tengahnya berderet meja dan bangku yang disediakan bagi pengunjung yang ingin menikmati aneka masakan.

Penyelenggara menyadari bahwa festival ini bisa memancing polemik. Karena itu sejak awal sudah disampaikan bahwa festival ini bersifat khusus. Hanya warga non muslim yang diijinkan bergabung dan mengikuti festival ini.


"Dengan sangat hormat perlu kami sampaikan, saudara-saudara muslim untuk tidak datang," kata Firdaus

Karena bisa memancing polemik, panitia juga mengantisipasi dengan meminta izin penyelenggaraan dari polisi. Panitia berharap acara ini tak menimbulkan polemik.

Berdasar pantauan di lapangan, pengunjung festival ini mencapai ratusan orang. Didominasi warga Tionghoa Semarang, mereka mencoba masakan olahan babi sesuai keinginan mereka. Bahkan meja yang disediakan untuk makan, nyaris tak pernah kosong.

"Kami berharap, masyarakat bisa menerima perbedaan. Dengan cara ini, kita berharap tak ada lagi orang musim yang ketipu makan daging babi," kata Firdaus.

Posisi Babi

Dalam keyakinan budaya tionghoa sendiri, babi merupakan simbol kemakmuran dan makan enak. Bahkan di Tiongkok, bisa disebutkan bahwa setiap tahun adalah tahun babi. Hal ini disebabkan tingkat konsumsi daging babi yang terus meningkat.

Selama berabad-abad, babi adalah hewan kurban dan santapan dalam hampir semua upacara dan pesta di Tiongkok. Di sisi lain, babi juga menjadi hewan peliharaan yang berfungsi sebagai tabungan. Manakala sebuah keluarga menghadapi kesulitan ekonomi, menjual babi adalah solusi pamungkas.

Sementara itu, daging babi semakin penting karena ia juga jadi andalan orang Tiongkok dalam memenuhi kebutuhan daging. Bagi sebagian besar penduduk Tiongkok, babi adalah hewan terbaik karena hampir semua bagian tubuhnya dapat dimakan, termasuk otaknya.

Kajian Institut for Sustainable Development, sebuah lembaga riset dan pemikir di Kanada menyebutkan bahwa sebelum era revolusi Mao tahun 1949, daging babi merupakan makanan mewah, hanya 3 persen dari kebutuhan kalori penduduk Tiongkok dipenuhi oleh daging babi.

"Masa-masa sulit itu masih tersimpan dalam kenangan banyak orang, sehingga sampai saat ini, makan daging, terutama daging babi, merupakan simbol kelepasan dari masa sulit yang diajarkan secara turun temurun," demikian lembaga itu menulis.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.